• KEISLAMAN

Bolehkah Berhubungan Intim di 10 Muharram? Ini Hukumnya

Vaza Diva Fadhillah Akbar | Jum'at, 04/07/2025
Bolehkah Berhubungan Intim di 10 Muharram? Ini Hukumnya Ilustrasi - ini hukum berhubungan intim di malam 10 Muharram (Foto: Ist)

Jakarta, Terasmuslim.com - Bagi banyak umat Islam dan sebagian budaya dunia, tanggal 10 Muharram atau Hari Asyura dipandang sebagai momen yang penuh nilai spiritual dan sejarah. Malam Asyura pun dihidupkan dengan berbagai ekspresi religius dan tradisi lokal yang beragam.

Dalam sejarah Islam, 10 Muharram bukanlah hari biasa. Ini adalah hari ketika berbagai peristiwa monumental terjadi, seperti diterimanya taubat Nabi Adam AS, keselamatan Nabi Musa AS dari kejaran Firaun, hingga tenggelamnya pasukan Firaun yang lalim.

Bahkan, malam ini juga diyakini sebagai waktu ketika Nabi Musa menerima wahyu dari Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam beberapa referensi keislaman dan disampaikan kembali melalui situs Baznas pada Jumat (3/7).

Dengan kedatangan Islam, Rasulullah SAW memberikan perhatian besar terhadap 10 Muharram, sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, beliau menganjurkan dan mewajibkan sahabat untuk berpuasa pada bulan ini.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

"Salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam, dan puasa terbaik setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, yakni Muharram." (HR. Nasa’i, No. 1614)

Namun Asyura bukan hanya tentang keutamaan ibadah, tetapi juga mencatat kisah duka yang mendalam, yakni Tragedi Karbala.

Di tanah tandus Irak itu, cucu Rasulullah SAW, Husain bin Ali, bersama sejumlah pengikutnya dibantai oleh pasukan Yazid. Peristiwa ini menorehkan luka sejarah dan menjadi simbol perjuangan melawan kezaliman dalam kesadaran umat Islam hingga hari ini.

Dengan kedalaman makna Asyura, banyak yang bertanya, apakah sah secara agama melakukan hubungan suami istri di malam 10 Muharram?

Menurut Zainuddin Lubis dalam tulisannya di NU Online, malam Asyura memang penuh keutamaan dan sebaiknya diisi dengan amal saleh.

Syekh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyati dalam I’anah Thalibin menyebutkan 12 amalan sunnah pada Asyura, seperti berpuasa, membaca shalawat, bersedekah, memuliakan anak yatim, hingga memperbanyak bacaan Surah Al-Ikhlas.

Akan tetapi, secara fiqih, tidak ada larangan khusus mengenai hubungan intim pada malam Asyura, selama dilakukan oleh pasangan sah dan dalam keadaan suci. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang baik...” (QS. Al-Baqarah: 223)

Islam mengatur adab dalam hubungan suami istri. Beberapa di antaranya adalah larangan melakukan hubungan saat istri haid dan dari jalur belakang (dubur), yang ditegaskan sebagai perbuatan haram dalam banyak kitab fiqih.

Selain itu, hubungan suami istri sebaiknya tidak dilakukan secara sembrono, melainkan dengan menjaga nilai adab, niat, dan penghormatan terhadap pasangan.

Meskipun secara hukum diperbolehkan, umat Islam dianjurkan untuk menyambut malam ini dengan penuh ketenangan dan kesungguhan beribadah. Malam Asyura sebaiknya diisi dengan refleksi diri, peningkatan amal kebajikan, doa dan sedekah.

Ini bukan hanya soal hukum boleh atau tidak, tapi soal sikap batin dalam menyambut hari istimewa yang penuh hikmah dan sejarah.

Menjalankan malam Asyura dengan semangat spiritual akan membawa dampak yang lebih dalam bagi jiwa dan hubungan dengan Allah SWT.

Maka dari itu, selagi hubungan suami istri tidak dilarang secara hukum, mengisi malam tersebut dengan amal ibadah bisa menjadi bentuk penghormatan tertinggi terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam 10 Muharram.