Terasmuslim.com - Dalam hukum Islam, hubungan sesama jenis atau homoseksualitas baik antara laki-laki dengan laki-laki (liwath) maupun perempuan dengan perempuan (sihaq) dilarang keras dan dianggap sebagai dosa besar. Larangan ini berdasar pada Al-Qur’an, hadis Nabi, dan ijma` ulama.
Isu hubungan sesama jenis terus menjadi perdebatan di banyak negara, termasuk di dunia Muslim. Dalam perspektif Islam, orientasi seksual bukan sekadar pilihan pribadi, tetapi menyangkut moralitas dan hukum syariat. Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap kaum pecinta sesama jenis, dan seperti apa hukuman yang ditetapkan?
Islam secara tegas melarang segala bentuk hubungan seksual di luar pernikahan yang sah, termasuk hubungan sesama jenis. Dalam Al-Qur’an, perilaku ini dikaitkan dengan kaum Nabi Luth yang dihancurkan oleh Allah karena perbuatan maksiat mereka. Dalam Surat Al-A’raf ayat 80–81, Allah berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, `Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia) sebelummu?` Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada perempuan. Sungguh, kamu adalah kaum yang melampaui batas."
Mayoritas ulama dari empat mazhab sepakat bahwa liwath (hubungan sesama jenis antar laki-laki) adalah dosa besar yang hukumannya sangat berat. Hukuman yang diberikan tergantung pada jenis perbuatannya, status pelaku, dan keputusan penguasa dalam menerapkan hadd atau ta’zir.
Dalam fiqih klasik, beberapa pandangan ulama terkait hukuman liwath antara lain: Mazhab Hanafi: Dikenakan hukuman ta’zir (hukuman atas kebijakan hakim) karena tidak memenuhi syarat hadd seperti zina. Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali: Sebagian ulama menyamakan hukuman liwath dengan zina, yakni rajam sampai mati bagi yang sudah menikah, dan cambuk 100 kali bagi yang belum menikah. Ada juga pandangan yang menyarankan hukuman mati baik bagi pelaku maupun pasangannya, berdasarkan hadits:
“Siapa saja yang kamu dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, hasan)
Adapun hubungan sesama jenis antara perempuan (sihaq) tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an, namun tetap dianggap dosa besar. Ulama umumnya menetapkan hukuman ta’zir untuk pelaku lesbianisme, sesuai tingkat pelanggaran dan dampak sosialnya.
Hukum ini bukan dimaksudkan untuk mendorong kekerasan, tetapi sebagai bentuk perlindungan terhadap tatanan sosial dan akhlak masyarakat dalam pandangan Islam. Dalam penerapannya, Islam juga mensyaratkan bukti yang sangat ketat, seperti kesaksian empat orang saksi adil, sehingga hukumannya tidak bisa sembarangan diterapkan.
Dengan demikian, hubungan sesama jenis dalam Islam dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap syariat, dan hukumannya sangat berat, baik dalam bentuk hadd maupun ta’zir, tergantung pada kondisi dan keputusan otoritas Islam yang sah.