Ilustrasi membersihkan najis (foto:dalamislam)
Terasmuslim.com - Dalam Islam, kesucian menjadi syarat utama diterimanya ibadah, terutama shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (QS. Al-Baqarah: 222). Maka, ketika tanah terkena najis seperti air kencing, kotoran hewan, atau darah umat Islam wajib mengetahui cara mensucikannya agar tidak menghalangi kesempurnaan ibadah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Disucikan tanah yang terkena najis dengan air yang mengalir di atasnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjadi dasar bahwa penyucian tanah cukup dilakukan dengan mengguyur air hingga najisnya hilang, baik warna, bau, maupun rasanya. Jika najisnya meresap ke dalam, maka cukup bagian yang terkena najis saja yang disiram hingga bersih, tanpa perlu mengangkat seluruh tanah.
Para ulama juga menjelaskan bahwa jika najis telah kering dan hilang bekasnya secara alami oleh sinar matahari atau angin, maka tanah tersebut dapat dianggap suci kembali. Hal ini sesuai dengan prinsip tathhir (penyucian) dalam Islam yang menekankan pada hilangnya sifat najis, bukan semata pada bentuknya. Namun, jika najis itu basah dan menempel, tetap wajib disiram air sebagai bentuk penyucian.
Dari penjelasan ini, jelas bahwa Islam memberikan panduan yang mudah dan rasional dalam menjaga kebersihan lingkungan. Tanah yang suci tidak hanya bernilai secara syar’i, tetapi juga menjaga kesehatan dan kenyamanan bersama. Menyucikan najis berarti menjaga kesucian diri, tempat ibadah, dan sekaligus menegakkan nilai kebersihan yang sangat dijunjung tinggi dalam ajaran Islam.