Terasmuslim.com - Dalam hukum Islam, korupsi digolongkan sebagai salah satu bentuk ghulul (penggelapan harta publik) dan khianat terhadap amanah, yang hukumannya tergolong berat. Meskipun Al-Qur’an dan Hadis tidak menyebut kata "korupsi" secara eksplisit, namun tindakan ini masuk dalam kategori dosa besar karena merugikan kepentingan umum dan melanggar prinsip keadilan.
Kasus korupsi menjadi sorotan serius di banyak negara Muslim, termasuk Indonesia. Di tengah sorotan publik terhadap lemahnya efek jera bagi pelaku, hukum Islam menawarkan pendekatan yang tegas dan bernilai moral tinggi. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap korupsi dan apa hukumannya bagi pelaku?
Dalam perspektif Islam, korupsi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah, yang dilarang keras oleh Al-Qur’an maupun sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Tindakan ini termasuk dalam kategori ghulul atau penggelapan harta yang seharusnya menjadi milik negara, masyarakat, atau pihak lain yang berhak. Allah ﷻ berfirman dalam surat Ali Imran ayat 161:
"Dan tidaklah mungkin bagi seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan datang dengan membawa hasil pengkhianatannya."
Dari ayat ini, para ulama menegaskan bahwa penggelapan harta publik adalah perbuatan keji yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dalam konteks dunia, Islam juga mengatur hukuman bagi pelakunya sebagai bentuk hadd (hukuman tetap) atau ta’zir (hukuman yang ditetapkan penguasa).
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan hukuman tegas terhadap seorang sahabat yang melakukan penggelapan harta rampasan, dengan menyatakan bahwa pengkhianatan terhadap amanah adalah sebab seseorang disiksa di akhirat.
Adapun bentuk hukuman dalam sistem Islam klasik sangat tergantung pada bentuk korupsi dan dampaknya. Jika termasuk dalam bentuk pencurian harta yang memenuhi syarat penerapan hukum potong tangan (hadd sariqah), maka hukuman potong tangan bisa diberlakukan. Namun dalam banyak kasus, ulama memandang korupsi lebih tepat dikenakan hukuman ta’zir seperti: Pengasingan, penjara, denda berlipat, penyitaan seluruh harta hasil korupsi, hukuman fisik ringan, bahkan dalam kasus tertentu bisa mencapai hukuman mati jika korupsi mengakibatkan kerusakan besar terhadap masyarakat.
Negara berwenang menetapkan bentuk hukuman ta’zir sesuai tingkat kejahatan dan kebutuhan untuk menjaga kemaslahatan umum. Dalam sistem Islam, prinsip keadilan, kejujuran, dan amanah menjadi dasar utama tata kelola keuangan dan kekuasaan.
Dengan demikian, korupsi dalam hukum Islam termasuk dosa besar yang bisa dijatuhi hukuman sangat berat, tergantung tingkat kerusakan dan pelanggaran yang ditimbulkan. Islam menempatkan integritas sebagai fondasi dalam mengelola harta umat, dan pelanggarannya bukan hanya berdampak dunia, tapi juga akhirat.