Jakarta, Terasmuslim.com - Setiap tahun, tragedi Karbala diperingati oleh umat Islam sebagai salah satu momen paling pilu dalam sejarah.
Pada bulan Muharram tahun 61 Hijriyah, cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Husain bin Ali, bersama keluarganya, dibantai secara tragis di padang Karbala oleh pasukan Yazid bin Muawiyah.
Peristiwa berdarah ini seolah menjadi akhir dari garis keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyidina Husain. Namun, sejarah mencatat satu sosok yang selamat dari tragedi itu dan menjadi penyambung silsilah kenabian, yaitu Ali Zainal Abidin.
Ali Zainal Abidin adalah putra dari Sayyidina Husain dan cucu dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib serta Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW.
Saat tragedi Karbala terjadi, Ali Zainal Abidin masih muda dan sedang menderita sakit berat. Meskipun ia turut hadir di perkemahan pasukan Husain, beliau tidak diizinkan untuk ikut berperang oleh ayahandanya.
Sayyidina Husain memahami bahwa sakit putranya adalah bagian dari takdir Allah SWT untuk menjaga kelangsungan keturunan Nabi SAW.
Ia memerintahkan agar Ali Zainal Abidin tetap berada di tenda, jauh dari pertempuran, demi melindungi satu-satunya harapan pewaris keluarga Ahlul Bait.
Setelah Sayyidina Husain dan seluruh laki-laki dewasa dari Bani Hasyim gugur syahid, pasukan Yazid menyerbu tenda keluarga dan menjadikan para wanita serta anak-anak sebagai tawanan.
Ali Zainal Abidin, yang masih dalam kondisi lemah, ikut ditawan dan dibawa ke hadapan penguasa Kufah dan kemudian ke Damaskus.
Namun, dalam tahanan itulah muncul kebesaran akhlak dan ilmu dari Ali Zainal Abidin. Ia menunjukkan kesabaran luar biasa dan menjadi panutan dalam menahan amarah serta memperjuangkan kebenaran melalui lisan dan doa.
Dari beliaulah kemudian muncul kumpulan doa yang dikenal sebagai "Ash-Shahifah As-Sajjadiyah", yang sampai hari ini masih dipelajari oleh kaum Muslimin.
Dari Ali Zainal Abidin inilah kemudian lahir para keturunan Nabi Muhammad SAW, termasuk Muhammad al-Baqir, kemudian Ja’far ash-Shadiq dan seterusnya hingga dikenal berbagai keturunan Ahlul Bait di berbagai belahan dunia seperti para sayyid dan syarifah yang masih dijumpai hingga kini di Yaman, Iran, Indonesia dan banyak negara lainnya.
Ali Zainal Abidin wafat pada tahun 95 Hijriyah dan dimakamkan di Madinah. Meski hidup dalam masa-masa yang sangat menekan, beliau tak pernah berhenti menyebarkan nilai-nilai Islam dan menjaga kemuliaan nasab Rasulullah SAW.
Pertanyaan mengapa keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyidina Husain masih ada hingga kini, meskipun semua laki-laki keluarga terbantai di Karbala, terjawab melalui kisah Ali Zainal Abidin.
Dalam kebijaksanaan-Nya, Allah SWT menyisakan satu jiwa mulia agar cahaya keluarga Nabi tetap bersinar di dunia.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam berbagai riwayat:
"Aku tinggalkan padamu dua hal, yang jika kamu berpegang teguh padanya, kamu tidak akan tersesat: Kitab Allah dan Ahlul Baitku." (HR. Muslim dan lainnya)
Dengan demikian, keberadaan keturunan Nabi bukan hanya soal garis nasab, tetapi juga penjaga nilai-nilai Islam yang diwariskan secara turun-temurun.